Sepak Terjang Setan Mafia Tanah Jakarta

30
1060
Ilustrasi

Jakarta, BarisanBerita.com,- Mafia tanah di Jakarta, tak cuma bertampang dan berpenampilan preman menyeramkan, tapi yang paling canggih adalah mereka yang berada di tataran perencana dan pelaksana.

Kasus pembebasan tanah kuburan di era Gubernur Fauzi Bowo hingga terakhir di era Anies Baswedan, tak pelak membuat publik geleng kepala, betapa korupsi tak mati di telan zaman.

Kongkalingkong korupsi tanah di DKI Jakarta umumnya berawal dari perencana, yang kemudian dengan senang hati membocorkannya ke rekanan (vendor) langganan.

Sang vendor yang “baik hati” ini pun dengan segera mencari tanah yang dimaksud, lalu dengan cara licik dia membeli tanah dengan harga murah, kemudian menjualnya ke Pemrov DKI dengan harga lebih mahal (sesuai siasat oknum perencana anggaran-red).

Seperti dalam penelusuran BarisanBerita.com, dalam kasus penjualan tanah waduk di Keluraan Lebak Bulus, beberapa tahun lalu, ditemkan modus “bandar” yang menyediakan dana untuk mengakali tanah yang akan dibeli.

Sang bandar ini merupakan orang di lingkaran oknum anggota DPRD DKI Jakarta, yang mengetahui adanya rencana pembelian lahan.

Kasus pembebasan lahan pun terjadi yang melibatkan anggota DPR RI.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun disebut-sebut terlibat dalam percaloan tanah perluasan Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Adalah Selestinus Angela Ola, bekas ajudan Jhonny Allen yang membuka cerita praktek percaloan yang terjadi pada tahun 2008. Selestinus juga telah melaporkan dan menyerahkan dokumen yang melibatkan anggota DPR itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dua pekan lalu. “Sekarang bolanya ada di KPK,” katanya, seperti dilansir Tempo.

Praktek makelar ini, menurut Selestinus, melibatkan dirinya. Dia mengaku mengaku pernah “membeli” tanah warga di sebelah makam Pondok Ranggon, lalu melegonya lagi ke Kantor Pelayanan Pemakaman DKI Jakarta. Ia menyatakan ketika itu makelar tanah menangguk untung bersih Rp 11 miliar dari 35.344 meter persegi lahan yang dibebaskan.

Jhonny cuma keluar duit Rp 11,9 miliar: Rp 10,1 miliar untuk membayar tanah penduduk, sisanya membayar pajak dan pelicin kepada pejabat. Adapun Pemerintah DKI Jakarta, lewat Kantor Pelayanan Pemakaman, harus mengucurkan Rp 22,9 miliar untuk membeli tanah dari Jhonny.

Dari situlah tersibak jejak Johnny Allen di Pondok Ranggon. Menurut Selestinus, makelar tanah di Pondok Ranggon ketika itu tak lain dari bekas bosnya sendiri, yang pada 2008 sudah duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Selestinus menyodorkan surat yang mencantumkan namanya sebagai salah seorang kuasa pemilik tanah yang meneken berita acara kesepakatan harga dengan Endan Sjuhada, pemimpin proyek pembebasan lahan yang juga Kepala Bidang Perpetakan dan Penggunaan Tanah Makam Kantor Pemakaman DKI Jakarta. Ketika itu, ia menjual sepetak lahan ke Kantor Pemakaman lewat Endan. “Saya cuma disuruh Jhonny Allen,” katanya.

Penjualan pada 11 Desember 2008 itu tak dirancang instan. Jauh sebelumnya, pada 6 Juni 2008, Retno Santi, notaris yang dekat dengan Jhonny Allen, mendatanginya. “Ia minta KTP saya, ya saya kasih,” katanya. “Saya disuruh tanda tangan, saya tanda tangan.” Belakangan, ia tahu namanya dipakai sebagai kuasa pemilik lahan dengan nomor sertifikat 00961 yang dimiliki Ny. Rosdiani.

Jhonny Allen tak menyangkal terlibat praktek makelar tanah di Pondok Ranggon. “Apakah salah kalau saya beli tanah, lalu menjualnya lagi dengan harga lebih tinggi?” katanya.

(Tmp, wo)

30 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here