Jakarta, BarisanBerita.com,- Meski ditahan, namun kekuatan politik Rizieq Shihab mantan Ketua FPI, diperkirakan masih besar dan mampu menarik suara pada Pilpres 2014.
Pengamat politik dari Netfid (Network for Indonesia Democratic Society), Dahliah Umar, menganggap, pimpinan FPI itu masih punya pengaruh politik, terutama menyangkut kepentingan politik identitas, menjelang tahun Pemilu 2024.
Namun Dahliah melihat besar kecilnya pengaruh Rizieq juga tergantung pada isu yang bisa mengerahkan massa dalam jumlah banyak, mengingat FPI berbasis kekuatan massa.
“Selama tidak ada pengumpulan massa dan tidak ada isu yang kemudian mampu untuk menggerakkan massa, menurut saya akan semakin mengecil pengaruhnya.”
Sementara Rizieq Shihab, menurut pengacaranya, berkukuh tetap akan berpolitik dan bersikap oposisi terhadap pemerintah.
“Sikap politik itu dilindungi undang-undang, jadi tidak ada yang berhak menghalangi. Sikap politik dia akan dicarikan momentum yang tepat, ketika dia sudah di luar (penjara),” ujar Sugito Atmo Prawiro, pengacara Rizieq.
Sedangkan politisi Partai Golkar, Dave Laksono mengatakan, walaupun sulit menghilangkan isu politik identitas, namun menurutnya pengaruh Rizieq Shihab sudah melemah sejak dua kubu yang berseteru dalam Pemilu 2019 telah bergabung dalam koalisi pemerintah.
“Karena waktu pilpres yang lalu, calonnya [kubu Rizieq Shihab] Pak Prabowo. [Dan] Pak Prabowo sekarang sudah gabung ke pemerintah,” kata Dave, seperti dilansir BBC News Indonesia, Rabu (26/05/2021).
‘Masih punya pengaruh untuk politik identitas’
Pengamat politik dari Netfid (Network for Indonesia Democratic Society), Dahliah Umar, menyatakan walaupun FPI sudah dibubarkan dan Rizieq Shihab menghadapi proses hukum di pengadilan, pengaruhnya belum habis mengingat masih punya banyak loyalis dan itu bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik terkait politik identitas jelang Pemilu 2024.
Namun itu semua tergantung pada pola gerakannya, jadi tidak akan signifikan selama tidak ada pengerahan massa atau tidak ada isu yang menggerakkan massa.
“Kalau kita lihat figur-figur yang kemudian dipenjara sebenarnya masih bisa menyampaikan pesan-pesan melalui media sosial yang diadministrasikan oleh loyalisnya.
“Dia bisa bermain di media sosial, tetapi karena FPI ini kekuatan massa, selama tidak ada pengumpulan massa dan tidak ada isu yang kemudian mampu untuk menggerakkan massa, menurut saya akan semakin mengecil pengaruhnya.
“Apalagi sekarang perpolitikan yang dulu terpolarisasi sudah menyatu dalam koalisi pemerintahan,” kata Dahliah kepada BBC News Indonesia, Rabu (26/05).
Namun, lanjut dia, walaupun di koalisi pemerintahan untuk mengurangi polarisasi itu diusahakan oleh elit politik, tidak kemudian membuat akar rumput itu menyatu juga. Ini yang membuat Rizieq Shihab masih punya pengaruh.
“Jadi politik identitas itu selesai di elit, tapi tidak selesai di bawah. Itulah kenapa kemudian Habib Rizieq ini walaupun nanti dia divonis atau dipenjara, tetap pengikut setianya ada dan mereka akan semakin sulit untuk dikontrol karena FPI-nya bubar.
“Jadi ada organisasi yang massanya besar, dibubarkan, tapi secara ideologi kan mereka tidak hilang.”
Maka, lanjut Dahliah, sebenarnya dibubarkannya FPI tidak kemudian membuat kekuatan massa ini langsung hilang.
“Dia hanya senyap sesaat, tapi kalau nanti sudah mendapatkan pemimpin baru, misalkan Habib Rizieq nanti dipenjara, kemudian Habib Rizieq kemudian menunjuk si A untuk meneruskan dan posisinya itu di luar penjara dan bisa menggalang kekuatan, massa terkumpul lagi dengan berganti nama. Jadi mereka cukup berganti nama aja.
Jadi sebenarnya tidak selesai dengan membuat atau menjerat pemimpinnya dalam kasus-kasus pidana tertentu, kemudian kita berharap organisasinya berhenti. Itu hal yang sangat sulit untuk dituju.”
Menurut Dahliah, setelah FPI dibubarkan, negara juga harus memikirkan apa yang akan dilakukan terhadap para pengikut Rizieq Shihab.
“Di FPI bisa saja selain ada unsur-unsur yang lebih condong mendukung kelompok-kelompok ekstremis, namun ada anggota yang tergolong biasa-biasa saja, yaitu orang-orang Islam yang suka mengaji kemudian gabung ke FPI.
Jadi, menurut saya negara harus mengikuti terus bagaimana, apa saja yang dilakukan oleh pendukung Habib Rizieq di FPI ini, dan kemudian tidak boleh melabeli bahwa semua pengikut Habib Rizieq itu berpotensi sebagai ancaman negara. ”
Maka, dengan adanya eksponen-eksponen eks FPI yang membentu organisasi baru, Dahliah menyarankan agar tidak dilarang, apalagi kalau mereka kemudian dilihat sebagai kelompok yang lebih mengarah ke kemaslahatan.
Pengacara: ‘Rizieq Shihab berpotensi menjadi vote-getter di Pilpres 2024’
Salah-seorang pengacara Rizieq Sihab, Sugito Atmo Prawiro mengatakan kliennya berkukuh tetap akan berpolitik dan bersikap oposisi terhadap pemerintah.
“Sikap politik itu dilindungi Undang-undang, jadi tidak ada yang berhak menghalangi. Sikap politik dia akan dicarikan momentum yang tepat, ketika dia sudah di luar (penjara),” ujar Sugito Atmo Prawiro, pengacara Shihab kepada BBC News Indonesia, Rabu (26/05).
Namun diakuinya, saat ini gerak-gerik kliennya dibatasi, dikontrol, dan diatur, sehingga kesulitan untuk menyuarakan sikap politiknya. “Kecuali kalau nanti dia sudah bebas,” ujarnya.
Menurutnya, Rizieq merupakan pendukung “tokoh tertentu” terkait Pemilu Presiden 2024. Kenyataan ini pula yang disebutnya membuat kliennya diperkarakan secara hukum, belakangan.
“[Rizieq Sihab] dianggap berpotensi untuk menjadi vote-getter bagi pemilih pemula atau umat Islam, juga bisa mengkhawatirkan,” katanya.
Alasan lainnya, banyak dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di masyarakat, tapi menurutnya “hanya Rizieq Shihab yang disidangkan”.
“Ini sudah menjadi gambaran jelas (lebih merupakan perkara politik),” ujarnya.
Sugito mengaku apa yang dialami kliennya saat ini menyebabkan kekuatannya sebagai oposisi menjadi “dibungkam”.
“Dan akhirnya pendukungnya bersikap dalam diam. Bukan berarti tidak bersikap. Kalau nanti ada pilpres, atau kegiatan politik, ketika ada momentum tertentu, pasti akan bersikap,” jelas Sugito.
“Sekarang diam dalam ketakutan, karena kekuatan sekarang sangat represif terhadap yang berbeda pendapat,” tambahnya.
(BBS)