Rencana Polri mengganti seragam Satpam menjadi serupa warga seragam polisi mengundang polemik.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, mengatakan bahwa rencana tersebut berbahaya. Ia menilai rencana ini berpotensi memunculkan penyelewengan kekuasaan yang besar.
“Akan ada kelompok yang karena diberi legitimasi oleh Kepolisian, jadi seolah-olah sah punya wewenang lebih dari masyarakat lainnya,” kata Asfinawati, seperti dilansir Tempo, Selasa, (15/9/2020).
Asfin juga mempertanyakan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa yang menjadi landasan perubahan seragam ini. Ia mengatakan dalam Perkap itu, Satpam disebutkan bertugas melaksanakan pengamanan dalam menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.
“Karena PAM Swakarsa ini akan dapat wewenang lebih, merasa resmi padahal tidak. Ini seperti ‘mempersenjatai’ masyarakat. Kan dalam UUD yang disebut penjaga keamanan ketertiban Polisi. Ini juga mengingatkan kita sama Orde Baru: Pamswakarsa,” kata Asfin.
Asfin melihat tak ada urgensi dari perubahan seragam ini. Justru perubahan ini menimbulkan bahaya yang nyata. Karena itu, ia melihat perubahan tersebut hanya menjadi kedok untuk memperkuat legitimasi polisi di lapangan.
“Baju coklat ini tampaknya taktik agar legitimasi ini makin kuat. Karena mirip polisi dan justru makin berbahaya karena tidak bisa dibedakan,” kata Asfin.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis telah menginstruksikan pergantian warga seragam satpam. Jika semula warga seragam satpam adalah putih untuk dinas pagi hari dan biru tua untuk dinas malam hari, maka nantinya diubah dengan warna cokelat.
Perubahan ini sesuai dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa. Akan ada lima pakaian dinas untuk satpam dan dilengkapi dengan pangkat.
Polri pun memberikan waktu paling lambat sejak pengumuman pergantian ini kepada seluruh instansi agar mengganti seragam satpam yang bertugas.
(BBS)