Zuraida Hanum tersangka pembunuhan berencana hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jamaluddin sempat meminta dua eksekutor Jefry Pratama (42) dan Reza Pahlevi (29) agar tidak menghubunginya selama lima bulan usai membunuh sampai situasi aman.
“Ini menarik sehingga dugaan kita pasal yang kita tuduhkan akan menjadi kasus pembunuhan berencana,” kata Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin saat hadir di rekonstruksi tahap II pembunuhan berencana hakim Jamaluddin, Kamis (16/1).
Martuani menyebutkan para tersangka memiliki rencana lain dalam menghabisi nyawa hakim Jamaluddin. Sesuai rencana, Jamaluddin akan diskenariokan seolah tewas karena serangan jantung. Namun ternyata rencana para pelaku meleset. Saat tewas, korban meninggalkan luka lebam merah pada bagian wajahnya.
“Di sini (sempat) terjadi perdebatan karena tidak sesuai dengan rencana. Sebab diskenariokan oleh para pelaku korban meninggal karena serangan jantung, itu jam 00.00 WIB pada tanggal 29 November,” ungkapnya.
Martuani menjelaskan, para pelaku tidak menduga munculnya luka lebam tersebut. Hal ini terjadi lantaran pelaku terlalu kuat membekap korban sehingga meninggalkan jejak. Ini tidak diinginkan oleh istri korban, karena pasti polisi langsung menuduhnya sebagai pelaku dan bukan karena serangan jantung.
“Oleh karena itu, di antara ketiganya pun terjadi perdebatan. Sehingga akhirnya disepakati, bahwa terhadap jenazah korban untuk dibuang. Jadi istri korban berkeras bahwa korban harus dibuang. Itulah (makanya) mereka membuang (korban),” sebutnya.
Martuani menambahkan dalam tahap II rekonstruksi ini ada sebanyak 54 adegan diperankan oleh tersangka di rumah korban Jamaluddin, Perumahan Royal Monaco Blok B No 22 Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kamis (16/1) siang.
“Para pelaku melakukan adegan persiapan eksekusi dan pembuangan jasad korban. Ini untuk membantu jaksa umum dalam menyusun dakwaan atau tuntutan mulai dari perencanaan sampai eksekusi, sehingga unsur yang dituduhkan penyidik (Pasal) 340 pembunuhan berencana,” jelasnya.
(CNN)