Persidangan kasus korupsiJiwasraya mengungkap banyak hal mengejutkan, utamanya penggunaan kekuasaan yang tanpa pengawasan, dan memanfaatkan uang nasabah seenaknya.
Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menghadirkan tiga saksi. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak menghadirkan saksi ahli namun saksi dari tiga terdakwa kasus Jiwasraya untuk menggali fakta-fakta dalam dakwaan dan mengklarifikasi keterangan.
Ketiga terdakwa yang hari ini diminta keterangannya sebagai sebagai saksi mahkota adalah Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX); Heru Hidayat yang merupakan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM); dan Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra.
Ketiga terdakwa lainnya, yaitu Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018; Hendrisman Rahim yang juga Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018; dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.
JPU Zulkifli menggali fakta dan klarifikasi terhadap saksi Joko Hartono Tirto terkait aktivitas jual beli saham.
“Dari mana saudara mengetahui ada rekening efek atas nama tiga orang ini?” tanya Zulkifli dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti oleh Gresnews.com, Senin (14/9/2020).
Menurut Joko, Hary Prasetyo dan Syahmirwan pernah menitipkan order untuk ditransaksikan.
“Pak Hary menitip saya untuk akun dia dan akun Pak Hendrisman. Jadi kalau di (dunia) saham ini, Pak, sekilas jadi seperti orang nitipin beli rokok di kantin. Kantinnya udah dititipin uang sama yang mau beli rokok itu. Nah jadi saya tinggal beliin. Nah, penjaga kantin pasti akan konfirmasi sama yang punya dana,” kata Joko.
Hary, lanjut Joko, terbiasa untuk menitip saat harga saham sedang berpotensi menghasilkan laba.
“Nah saya beliin yang menurut saya dapat (laba), bisa dapat harga yang terbaiklah. Tetapi pada saat sudah menjadi transaksi karena begitu order kan belum terjadi transaksi. Begitu terjadi transaksi berarti pembelian tersebut terjadi maka sisa tersebut harus mengonfirmasi kepada Pak Hary Prasetyo,” sambung Joko.
“Pertanyaan saya kenapa saudara bisa mentransaksikan akun tersebut, harusnya kan broker yang bisa mentransaksikan itu?” tanya jaksa
Ia menjelaskan memang lewat broker, yang dititipi. Joko sekadar menyampaikan informasi kepada broker tersebut untuk membelikan saham atas nama akun A. Broker inilah yang kemudian mengonfirmasikan ke Hary, Hendrisman maupun Syahmirwan.
Joko mengakui bahwa di akun efek atas nama tiga orang tersebut itu diberikan fasilitas limit oleh broker. Limit yang diberikan untuk tiga rekening tersebut sebesar Rp5 miliar. Fasilitas limit itu juga ada yang diberikan oleh broker.
“Pemberian limit itu, ini kan saudara yang mentransaksikan. Pemberian limit tersebut itu karena diberikan kepada tiga orang itu atau diberikan karena saudara yang mentransaksikan?” cecar Zulkifli.
Menurut Joko, ia dihubungi oleh Awi Halim untuk mengecek siapa Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan. Lalu Ia sebutkan bahwa mereka cukup berhati-hati dalam bertransaksi dan mereka seharusnya bisa bertransaksi dari Rp5 miliar atau Rp10 miliar.
Jadi keputusan ada di Awi Halim untuk pemberian batasan limit. Dalam sekuritas pembelian limit itu supaya order tersebut masuk. Tinggal dua hari kemudian bayar atau tidak bayar, atau mau utang. Dia boleh beli tapi sahamnya itu ditahan sebagai jaminan dari si broker tersebut.
“Jadi informasi yang saya berikan kepada Awi Halim ialah profiling dari Pak Hendrisman, Hary Prasetyo dan Syahmirwan untuk bertransaksi,” tutur Joko.
Jaksa coba menggali terkait dengan rekening efek atas nama Hary Prasetyo, Hendrisman dan Syahmirwan di Lotus Andalan Sekuritas. Apakah Joko pernah memberikan modal ketika saham atau rekening itu sudah tidak punya modal atau uang lagi. Lalu Joko melakukan pembelian saham.
Contoh, misalnya di rekening saham atas nama Syahmirwan itu sebetulnya sudah kosong, berarti sudah ditarik dari sekian proses, kemudian ada penarikan sendiri kemudian habis.
“Lalu kemudian tiba-tiba ada transaksi sampai Rp13 miliar, itu dari mana sumber uangnya dan kenapa ada transaksi?” tanya jaksa.
Kalau sumber uang, kata Joko, masih dari sekuritas dalam kaitan pembelian limit tersebut. Jadi tinggal dilihat dari statement of account proyek tersebut. “Nah setahu saya kalau rekening saya transfer ke rekening Syahmirwan itu gampang saja dilacak, Pak,” jawabnya.
Joko menjelaskan bahwa pada intinya ikut mentransaksikan sebagian rekening efek kepada ketiga orang tersebut. Joko juga mengakui ada sejumlah fasilitas liburan bagi para pejabat Jiwasraya.
Joko menuturkan, dia memberikan fasilitas liburan ke Singapura kepada Hary dan Syahmirwan perjalanan ke Jepang. Fasilitas yang diberikan sudah meliputi tiket pesawat dan biaya menginap di hotel. “Seingat saya ke Singapura, bersama istri,” kata Joko.
Saat JPU mengonfirmasi perihal tujuan pemberian fasilitas tersebut, Joko menyebut, dia memiliki hubungan kedekatan dengan Hary cukup lama.
Sementara itu, Syahmirwan, dikatakan Joko, mendapat fasilitas liburan ke Jepang sebanyak dua kali.
“ke Jepang 2 kali, liburan saja, istri dan anaknya. Seingat saya hanya itu,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam persidangan sebelumnya, Komisaris Utama PT Pool Advista Asset Management, Ronald Sebayang, mengonfirmasi perihal adanya fasilitas hiburan mewah kepada para petinggi Jiwasraya, di antara adalah paket perjalanan ke Hong Kong dari Pool Advista Asset Management selama tiga hari dua malam, termasuk kunjungan ke The Stock Exchange of Hong Kong Limited.
Petinggi Jiwasraya yang mendapatkan fasilitas berlibur itu antara lain Kepala Pengembangan Dana Asuransi Jiwasraya periode 2008-2011 Agustin dan Mohammad Rommy, Kepala Bagian Pengembangan Dana.
“Ini program untuk mendekatkan dengan nasabah,” kata Ronald, saat memberikan kesaksian di PN Jakarta Pusat, Senin (20/7/2020).
Ronald menyebut, kebijakan tersebut merupakan salah satu bentuk dana hiburan yang tujuannya untuk menjalin tali silaturahim dengan petinggi Jiwasraya. Ia pun mengakui, secara etika, seharusnya gratifikasi itu ditolak oleh petinggi Jiwasraya.
“(Gratifikasi tersebut) seharusnya ditolak. Tapi ini berlaku untuk semua nasabah kami,” paparnya.
Zulkifli mengatakan dari para saksi ini ingin menggali fakta-fakta yang masuk di dalam dakwaan.
“Kita juga mengklarifikasi. Ini kan bukan keterangan mereka, saksi-saksi sudah dihadirkan. Sudah menerangkan beberapa hal, juga klarifikasi,” kata Zulkifli kepada Gresnews.com, Senin (14/92020).
Lanjut Zulkifli, memang ada beberapa perbedaan keterangan.
“Kita masih mengklarifikasi dan kita akan memperlihatkan barang bukti. Tapi agak susah sih karena ditolak mereka. Kami sih buktinya sudah ada,” tandasnya.
(GRS)