Jangan Abai Prokes, Mati Taruhannya

31
1686
Pasien saat terpaksa menunggu di teras sebuah rumah sakit di Surabaya untuk mendapat perawatan di Instalasi Gawat Darurat, 11 Juli 2021.

Jakarta, BarisanBerita.com,- Kakak, adik, kerabat, hingga tetangga, satu per satu meninggal lantaran virus dasyat covid-19. Tak tega rasanya melihat jasad mereka harus dikubur tanpa banyak saudara menghadiri.

Kematian akibat covid-19 di Indonesia begitu mengerikan dan hampir sama dengan yang terjadi di India.

Pemerintah menyatakan sudah menyiapkan skenario kasus terburuk (worst case scenario) lonjakan kasus dan mengantisipasi apabila kasus penularan harian Covid di Indonesia naik sampai 100.000.

Namun kalangan epidemiolog yakin kasus Covid kini sudah lebih banyak. Seorang epidemiolog bahkan menyebut Indonesia kini jadi episentrum penularan Covid, tidak hanya di Asia namun di dunia.

Mereka menyarankan apabila penularan sudah sebanyak itu maka perlu pengendalian yang lebih ketat, seperti lockdown yang disertai pengetesan (testing) secara masif.

Penularan Covid di Indonesia pun terus mencetak rekor. Pada Kamis (15/07) terdapat 56.757 kasus baru, sehingga total penularan sebesar 2.726.803, ungkap data Satgas Penanganan Covid-19.

Di sisi lain, warga yang menderita Covid pun hingga kini masih kesulitan mendapat perawatan yang layak. Seperti dialami satu keluarga yang semua anggotanya mengidap Covid selama dua pekan namun tidak bisa dirawat di rumah sakit dan terpaksa isolasi mandiri di rumah.

Padahal seorang dari mereka sudah bergejala sedang dengan saturasi oksigen di bawah normal.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, mengungkapkan pemerintah telah menyiapkan skenario terburuk jika kasus penularan terus naik.

“Kalau kita bicara worst case scenario, untuk 60.000 [kasus] atau lebih sedikit kita masih cukup oke. Ya kita tidak berharap mungkin sampai ke 100.000, tapi itu pun kami sudah rancang sekarang kalau pun sampai terjadi di sana,” ujar Luhut dalam jumpa pers online, Kamis (15/7).

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengaku tidak kaget bila kenaikan kasus penularan covid di Indonesia bisa menyentuh 100.000. Menurut dia, angka penularannya bisa lebih besar.

“Jadi angka yang dilaporkan sekarang ini jumlah kasusnya kan 2 juta-an. Saya sudah tahu angkanya itu lebih, saya sebutkan saja ya, bahkan 10 kali lipat saja lebih. Jadi angka di Indonesia itu 10 kali lipat dari yang dilaporkan,” ujar Miko kepada BBC Indonesia Kamis 15 Juli 2021.

Dia menyebutkan bahwa prevalensi antibodi positif SARS CoV-2 di DKI Jakarta saja sebanyak 45%. “Survei saya sebelumnya tidak mencapai angka itu. Angka di Jakarta itu dipercepat oleh varian baru, Alpha dan Delta.”

Dia mengaku sudah punya hasil survei untuk angka prevalensi di Indonesia, namun belum dapat diungkap alias off the record. “Tapi saya tahu persis angkanya di Indonesia. Artinya kalau kita bicara angka di Indonesia the worst case-nya kayak di Jakarta,” ujar Miko.

Sedangkan epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, yakin bahwa angka penularan harian kini sudah menembus 100.000 kasus.

“Bahkan tiga minggu lalu sudah 300.000 lebih,” ungkap Dicky kepada BBC Indonesia, pada Kamis (15/7).

Menurut Dicky, perhitungannya berdasarkan data angka kematian harian yang sudah menembus 1.000 jiwa pada Selasa hingga Rabu pekan lalu (7/7).

Dengan menggunakan rumus bisa dihitung bahwa tiga minggu sebelumnya terdapat sekitar 120.000 kasus infeksi yang berkontribusi pada kematian sekitar 1.000 jiwa. Padahal, ketika itu jumlah kasus yang dilaporkan pemerintah sebanyak 5.000-an kasus.

Perhitungan seperti itu, menurutnya masih tergolong rendah karena memakai angka yang minimal.

“Laporan kasus 54.000-an ini [per Rabu 14/7] dalam realita di lapangan lebih dari 100.000 ya,” ujar Dicky.

“Ini juga kita harus tahu rezim testing kita ini pasif, lebih banyak orang itu ke faskes baru dites. Sedangkan di masyarakat kan tes sendiri, bayar sendiri. Jadi sekarang jauh lebih banyak. Makanya kita jadi episenter bukan hanya Asia sebetulnya, tapi dunia,” tambah Dicky.

Indonesia tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali selama 3-20 Juli serta di beberapa kabupaten di luar kedua pulau itu.

Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah telah menyiapkan skenario jika terjadi peningkatan kasus yang signifikan selama masa PPKM Darurat ini – mulai dari mengamankan stok vaksin 480,7 juta dosis, percepatan vaksinasi 1 juta per hari, menambah fasilitas medis dan rumah sakit darurat, hingga penambahan tenaga kesehatan.

Namun, epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono mengingatkan upaya pemerintah itu juga harus diimbangi partisipasi masyarakat yang tinggi selama PPKM darurat.

“Kalau partisipasi masyarakat kurang bagus, maka PPKM ini menjadi lama dan kalau lama kemudian masyarakatnya saya tidak tahu apakah [kasusnya] akan turun atau tidak.”

Menghadapi skenario kasus terburuk itu, Miko menyarankan pemerintah dan masyarakat harus menyiapkan kemungkinan yang lebih ketat lagi dari PPKM Darurat yang kini tengah diterapkan.

Lockdown, kata dia, bisa menjadi pilihan.

“Saya menyarankan lockdown, artinya 100% tidak ada aktivitas apapun untuk menurunkan prevalensinya. Kalau tidak lockdown, akan landai, tapi tidak sebaik kalau lockdown,” kata Miko.

Namun, bagi Miko, lockdown harus dipertimbangkan secara hati-hati karena sangat berdampak besar di sektor lain seperti ekonomi.

“Kalau melakukan lockdown, yang saya usulkan adalah peta indikator output kematian dan kesakitan dan berapa yang akan dicapai untuk tingkat kematian dan kesakitan,” katanya.

Lalu harus ada peta yang memakai protokol kesehatan dan yang mematuhinya. Juga perlu ada indikator pada program penanggulangan covid dari test sampai treatment.

Tidak kalah penting lagi adalah negara harus bersepakat dengan ilmuwan dan pebisnis dalam menentukan indikator melakukan lockdown agar tidak sampai menimbulkan pukulan hebat di sektor ekonomi di tengah sudah banyaknya PHK.

Sementara Dicky Budiman merekomendasikan penerapan lockdown selama seminggu dengan disertai peningkatan testing yang siginifikan.

Menurut dia, lockdown saja pun tidak signifikan menurunkan lonjakan kasus yang sudah sedemikian besar karena perlu disertai dengan pengetesan yang masif.

Lockdown itu bukan strategi utama, namun sebatas penambah atau penguat untuk memberi kelonggaran waktu supaya fasilitas kesehatan tidak makin terbebani saat banyak orang dipaksa diam di rumah. Maka perlu ditambah pengetesan yang gencar untuk menurunkan setengah dari kebutuhan penyiapan di faskes, baik itu tempat tidur, ICU, hingga ventilator,” ujar Dicky.

Dikatakannya, sudah ada contoh sukses di India sejak menambah pengetesan dari 1,5 juta menjadi 9 juta per hari bersamaan dengan pemberlakuan lockdown.

“Yang tadinya menyiapkan 13 kali tempat tidur, kini hanya menyiapkan lima kali. ICU dari 70 kali, menjadi 31 kali. Ventilator yang tadinya 37 kali, menjadi 16 kali. Itu karena peningkatan signifikan kapasitas testing yan ditingkatkan menjadi 9 juta sehari.

(BBS/wo, Bobby)

31 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here