Kembalinya Rizieq Shihab ke Indonesia dan pertemuannya dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada Selasa (10/11), menimbulkan pertanyaan sejauh mana peranan ulama golongan habib dalam kontestasi politik?
Pengamat mengatakan dukungan ulama peranakan Arab, termasuk Rizieq, tidak terbukti efektif menjamin kemenangan politisi.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, bertemu dengan Muhammad Luthfi Bin Yahya, yang juga disebut sebagai habib oleh pengikutnya. Dalam kesempatan itu Ganjar memuji sosok Luthfi.
Nama Anies dan Ganjar disebut-sebut akan menjadi calon presiden pada 2024 mendatang oleh sejumlah survei.
‘Upaya asosiasi diri’
Sehari setelah kembali dari Arab Saudi, pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan pertemuan mereka ini menunjukkan upaya Anies mengasosiasikan dirinya dengan ulama tersebut.
Langkah itu tak mengejutkan, menurut Adi, karena dalam pemilihan gubernur pada 2017, Anies didukung oleh Rizieq Shihab dan para pengikutnya.
“Jadi, kalau ada tokoh publik, seperti ulama, habaib, yang pengikutnya banyak dan menjadi idola, biasanya banyak politisi yang cenderung ingin mengidentifikasikan dirinya, menjadi bagian atau dekat dengan tokoh itu.
“Biasanya tokoh itu akan diasosiasikan dengan orang yang didukung, sehingga para pengikut [habib itu] memiliki respek yang sama terhadap elite yang bersangkutan,” ujar Adi.
Pada Pilkada tahun 2017, Anies dan pasangannya saat itu, Sandiaga Uno, berhasil memenangkan lebih dari 57% suara, mengalahkan gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama, atau BTP, yang terjerat kasus penistaan agama Islam.
Proses Pilkada itu diwarnai serangkaian demonstrasi besar yang berujung pada pemenjaraan BTP.
Pengamat masalah keislaman dan pemerhati politik komunitas Arab di Indonesia, Ahmad Syarif Syechbubakr, menyebut tokoh sentral dalam demonstrasi yang disebut 212 tersebut, adalah Rizieq Shihab.
Pimpinan FPI itu disebutnya berhasil menyatukan golongan konservatif baik dari kubu Islam tradisionalis maupun modernis selama protes 212.
“HRS (Habib Rizieq Shihab) berhasil membentuk jaringan alumi dan ulama 212. Menurut saya, secara politik jaringan 212 itu cukup mahal dan Anies sepertinya melihat itu dalam jangka panjang. Dia ingin mempertahankan relasi itu untuk atau sampai 2024,” ujarnya.
Anies menolak untuk diwawancarai perihal ini.
Sementara, Mardani Ali Sera, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang mendukung Anies dalam Pilkada 2017, melihat pertemuan itu dilakukan untuk menjaga hubungan.
“FPI termasuk pendukung Anies, mau tidak mau Anies harus menjaga dukungan itu. Apakah ini akan berlanjut pada kontestasi berikutnya di pilkada 2022 atau pilpres 2024? Itu sifatnya kemungkinan. Kondisi masih sangat dinamis.”
Namun, pengamat Ahmad Syarif menilai ada harga yang harus dibayar dalam kunjungan Anies tersebut. Karena, menurutnya, FPI tak begitu populer di sejumlah kalangan.
Seberapa efektif?
Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka pada 2017 dalam kasus penyebaran konten pornografi—tudingan yang disebut Rizieq sebagai fitnah dan upaya kriminalisasi.
Rizieq kemudian pergi ke Arab Saudi dan bermukim di sana selama kurang lebih tiga tahun, meski pada 2018 penyidikan kasus itu dihentikan polisi.
Ia juga pernah dilaporkan atas kasus-kasus lain, seperti dugaan penodaan Pancasila.
Lalu, seberapa efektif dukungan seorang habib dalam pemilihan umum?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai dukungan untuk mendapatkan suara “tidak terlampau efektif”, melihat dari hasil pemilu 2017 dan 2019.
Meski Anies memenangkan Pilkada itu, menurut Adi, kemenangan Anies tak semata-mata disebabkan dukungan kelompok Islam yang diterimanya.
“Politik identitas itu justru hanya membuat ketegangan yang tidak berkesudahan, tapi secara elektoral tidak terlalu menguntungkan,” ujarnya.
Saat itu, lanjut Adi, BTP kalah karena sejumlah kebijakan dan sikapnya yang dianggap kontroversial.
Pengaruh organisasi Islam di Indonesia, menurut Ahmad Syarif, sejauh ini masih dipegang oleh Nahdlatul Ulama, yang lebih berpengaruh baik secara politik elektoral maupun ideologi.
Meski demikian, ia mengatakan tak bisa dipungkiri FPI di bawah pimpinan Rizieq Shihab cukup populer di Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Sumatera.
“Kalau secara elektoral, bukti pengaruh HRS dan FPI terlihat jelas di Jakarta di mana beliau memainkan peranan penting dalam terpilihnya Anies Baswedan. Di Jakarta, NU tidak memiliki basis masa yang kuat.
“Sementara di Jateng dan Jatim, itu dikuasai oleh kiai, ulama, dan habaib yang berafiliasi ke NU. Kalau secara nasional, NU dan Muhammadiyah masih terlalu kuat untuk organisasi Islam mana pun”.
(BBC)