Turis Arab Cabut dari Puncak Gegara Penertiban Kawin Kontrak

3
2005
Warga negara Arab di Puncak Jawa Barat

Usai terbongkarnya kembali praktik haram perdagangan manusia berkedok kawin kontrak di kawasan Puncak, sejumlah turis Timur Tengah, terutama warga negara Arab meninggalkan Puncak. Alasannya, merasa takut dituduh terlibat menjadi pelaku kawin kontrak.

Seorang sopir yang kerap melayani wisatawan Timur Tengah, Suhendar, 41 tahun, mengatakan biasa tamunya berlibur sampai libur Tahun Baru usai. “Padahal tiket pulangnya dia itu tanggal 5 Januari. Tapi tiba-tiba pulang,” kata dia saat ditemui di kediamannya di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jumat, 27 Desember 2019.

Menurut Suhendar, praktik kawin kontrak di wilayahnya mencari nafkah, yaitu lokasi yang dikenal dengan Kampung Arab, nyaris sudah tidak pernah ada lagi pasca penggerebekan kawin kontrak sekitar 2012 hingga 2015. Kala itu, banyak para pelaku kabur ke daerahnya masing-masing, diantaranta Cianjur, Cipanas dan Sukabumi.

Bahkan Suhendar mengatakan turis Arab yang sering berkunjung pernah menanyakan sepinya perempuan yang biasa hilir mudik dengan orang sebangsanya. “Saya jawab, tidak boleh dan sudah ditertibkan. Kalau mau nikah (yang) bener,” kata dia.

Pemberitaan kawin kontrak mencuat kembali sejak jajaran Polres Bogor meringkus empat tersangka muncikari. Bersama mereka, turut diamankan enam korban dan satu orang pengantin WNA pada 23 Desember lalu.

Suhendar mengaku tahu hal tersebut. Namun ia menampik jika penangkapan itu terjadi di wilayahnya. Dia menyebut praktik kawin kontrak kini bergeser bukan lagi di Kampung Arab, tapi lebih banyak ke perkampungan yang menjadi lokasi para Imigran tinggal dengan mengontrak.

“Nah kalau imigran iya, itu ada di Ciburial, Kopo dan Megamendung. Mereka (Imigran) enggak jelas karena tidak mengisi penampungan, tapi ngontrak di rumah warga hingga tahunan,” kata Suhendar.

Meski kawin kontrak sudah jarang ditemui, menurut Suhendar, geliat prostitusi di Puncak tetap masih banyak. Ia menyebut masih banyak wisatawan yang mencari perempuan tuna susila atau PSK. Para pria hidung belang itu biasanya membawa PSK menginap di villa di Puncak atau membawa mereka ke Bogor. “Saya pernah di-carter sama wanita muda, ternyata dia mahasiswi di universitas ternama di Bogor,” kata Suhendar sambil mengatakan beberapa PSK juga berasal dari desa yang disebut Kampung Janda, dengan usia 20 hingga 30 tahun,

(Tmp)

3 COMMENTS

  1. I wish to voice my passion for your generosity giving support to persons that should have assistance with in this field. Your personal dedication to getting the solution around appears to be amazingly advantageous and has usually helped many people much like me to arrive at their dreams. The interesting advice means a whole lot a person like me and still more to my fellow workers. Many thanks; from each one of us.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here