FBI: Pembunuhnya, Orang Negro

18
285

Dengan melihat seluruh kondisi di TKP, Hazelwood dan Wright kemudian melakukan penentuan ciri pelaku. Apakah dia penjahat yang terorganisir (rapi) atau bukan.

 

Mereka menyimpulkan bahwa pelaku masuk kategori tidak terorganisir alias tidak rapi. Pelaku melakukan kejahatannya secara spontan. Si pelaku masuk ke lokasi tanpa menyiapkan peralatan kejahatannya. Cara pelaku masuk dan kabur lewat jendela juga menunjukan bahwa dirinya tak punya rencana, serta menunjukan bahwa IQ-nya di bawah rata-rata.

Fakta lainnya adalah pelaku tak memakai sepatu ketika masuk ke TKP, artinya si pelaku orang yang tinggal dekat lokasi kejadian. Itu makin jelas ketika pelaku tak membersihkan darah di tangannya, tapi malah meninggalkan lokasi begitu saja.

Pelaku memanfaatkan senjata apa saja yang ada di lokasi. Itu bisa terlihat dari senjata (pisau dapur) yang dipakai saat menghabisi korban.

Pelaku juga tak mampu mengendalikan emosinya. Bukti nampak dari jumlah tusukan senjata ke tubuh korban yang cukup banyak.

Lalu apa motif pelaku menghabisi korban? Apakah semata hanya untuk merampok, atau mencuri? Apakah pelaku hanya ingin membunuh? Apakah pelaku cuma ingin merudupaksa?

Fakta di TKP:

Mencuri bukan tujuan si pelaku. Saat meninggalkan lokasi, tak ada barang yang diambil dari apartemen korban.

Apakah si pelaku berniat membunuh daripada merudupaksa? Dari bukti yang ada, pelaku tak berniat membunuh karena tak membawa senjata. Dia juga sengaja memutus kabel telepon, yang artinya tak konsisten dengan niat membunuh. Kalau memang berniat membunuh seharusnya pelaku tak peduli dengan memutuskan kabel telepon atau merusak benda-benda di sekitarnya.

Akhirnya dipastikan bahwa pelaku tak punya pengalaman membunuh.

Lalu jenis perudupaksa seperti apakah si pelaku ini?

Dari data di TKP, pelaku bukan jenis perudupaksa kategori yang mengedepankan rasa senang. Kondisi baju Donna yang terkoyak menunjukan si pelaku jenis perudupaksa yang menggunakan kekuatan tubuhnya untuk melakukan kejahatannya.

Kemudian, berdasarkan temuan-temuan itu, dua agen FBI menyimpulkan bahwa si pelaku memiliki kecerdasan yang rendah.

Roy Hazelwood mengatakan usia pelaku sekitar dua puluh enam, sedangkan Jim Wright yakin dua puluh dua.

Keduanya juga menyimpulkan bahwa pelaku bujangan dan menetap bersama kakak perempuannya.

Pelaku juga tidak pernah berdinas di militer karena kasar dan suka kekerasan, gampang marah dan mudah berubah pendirian, yang semuanya tak cocok dengan kebiasaan di dunia militer.

Kedua agen itu juga menyimpulkan, pendidikan pelaku tak tamat SMA. Pekerjaan yang ditekuninya hanya bersifat jangka pendek karena dia mudah berubah pendirian, sehingga tak bakal becus jika diberi perintah.

Pelaku juga punya catatan kriminal. Hazelwood dan Wright setuju terhadap hal itu. Pelaku juga pernah masuk penjara untuk perkara percobaan rudupaksa, kejahatan rudupaksa, penyerangan dan kekerasan. Dia juga terlibat dalam kasus menerobos rumah orang.

Pelaku tak punya selera humor. Tingkah lakunya sok jagoan, bisa terlihat dari caranya berpakaian, memilih minuman keras, dan sikapnya di depan perempuan, yang memperlihatkan tingkahnya yang kasar dan kerap menggunakan kata-kata kotor.

Pelaku tak mengenal Donna karena dia masuk ke apartemen korban lewat jendela. Namun, pelaku akrab dengan lingkungan apartemen sehingga dia berani mengambil risiko melakukan kejahatan.

Pelaku juga sudah lama mengintip korban. Dan tahu Donna tinggal sendirian, dan sering membuka jendela.

Pelaku tak punya kendaraan. Seandainya punya, dia pasti melakukan tindak kriminalnya di lokasi yang lebih jauh.

Dia memang mengonsumsi alkohol dan obat terlarang. Namun hal itu tak menjadi dirinya ketergantungan. Jika dia ketagihan pasti banyak barang berharga yang dicuri di apartemen korban.

Hazelwood dan Wright percaya, ketika pelaku masuk lewat jendela, Donna sedang di kamar mandi. Korban mendengar ada penyusup. Seperti dikatakan ayahnya tentang putrinya yang berani, Donna langsung keluar kamar mandi dan langsung menghadapi pelaku.

Korban dan pelaku saling berhadapan. Wajah Donna ditinju pelaku. Permen karet yang dikunyah korban keluar dari mulutnya dan jatuh di ruang keluarga. Sementara kacamatanya terlempar teronggok dekat ruang makan.

Saat tubuh korban tersungkur, berdarah, lalu pelaku menuju jendela dan memotong kabel telepon yang menempel di dinding.

Merasa bebas, pelaku lalu menuju ke arah korban dan melakukan aksi rudupaksa.

Namun Donna tak mau menyerah.

Saat pelaku sedang di ruang keluarga, Donna bangkit, lari menuju dapur, dan meraih pisau dapur yang tergeletak di meja.

Donna siap menyerang si pelaku.

Si pembunuh kaget dan tak siap ketika korban bersenjata. Pelaku marah dan merasa tertantang untuk menghabisi korban. Dia mengambil pisau dari Donna dengan cara kasar dan brutal. Donna mati-matian mempertahan senjata yang ada di genggamannya.

Namun, Donna kalah kuat. Dia tersungkur dan tewas.

Pelaku lalu menyeret tubuh Donna dan merudupaksa hingga korban kehilangan nyawanya.

Setelah selesai memaparkan ciri-ciri pelaku di depan agen-agen FBI, Hazelwood dan Wright mengatakan bahwa si pelaku bisa dilacak dari jejak kasus rudupaksa di masa lalu.

Pelacakan yang hati-hati mendapatkan sejumlah kasus rudupaksa terjadi sekitar satu mil dari lokasi apartemen Donna. Ada tiga puluh dua kasus di sekitar lokasi tersebut.

Hazelwood dan Wright memilih tujuh belas kasus rudupaksa yang menimpa wanita kulit putih, dan pelakunya adalah orang negro.

Pelaku memukul wajah korban (sama seperti yang dialami Donna), merudupaksa dan kabur. Satu kasus terjadi sebelas hari setelah tewasnya Donna.

Polisi kemudian melakukan strategi investigasi yang dianjurkan agen FBI. Polisi diminta untuk mengumumkan pada surat kabar lokal tentang bahayanya si pembunuh dan minta warga untuk waspada.

Surat kabar San Antonio Ekpress News diminta untuk memuat berita dengan judul:

“FBI: Pembunuh Seorang Sekretaris Punya Sifat Gampang Marah”.

Setelah pemberitaan tersebut, polisi belum mendapatkan tersangka yang bisa dicurigai. Tapi penyelidik FBI berharap dari sejumlah ciri yang dibuat Hazelwood dan Wright, mereka bisa mempersempit gerak si tersangka.

Kesabaran polisi dan FBI membuahkan hasil. Lewat telepon, seseorang mengungkap tentang temannya yang mengaku membunuh Donna Vetter, Sekretaris FBI.

“Teman saya membunuh wanita FBI itu,” katanya.

Si penelpon dan pelaku yang bernama Karl Hammond, pria negro, merampok toko minuman bersama-sama.

Sejak kasus pembunuhan Donna, kata si penelpon, Hammond jadi begitu gembira. Dia membunuh penjaga toko minuman itu tanpa sebab. “Saya sangat takut akibat kelakuannya,” katanya.

Si penelpon juga mengungkapkan bahwa Hammond mengaku telah membunuh Donna dan mengambil kartu pengenal milik korban.

Hazelwood tahu bahwa Hammond bohong tentang kartu ID Donna karena staf FBI tak dibekali kartu identitas.

Pengungkapan oleh si penelpon itu mengakhiri proses investigasi. Hazelwood dan Wright gembira dan merayakan keberhasilan strategi mereka. Hammond si pelaku kemudian ditangkap polisi di apartemen kakak perempuannya, yang jaraknya dekat dengan kediaman Donna. Penangkapan terjadi tiga minggu setelah kematian Donna.

Hammond terbukti sebagai pelaku rudupaksa terhadap tujuh wanita. Dia juga terbukti sebagai pelaku rudupaksa dan pembunuhan terhadap Donna dengan bukti DNA, serta jejak sidik jari di dapur, ruang keluarga dan kabel telepon.

Hazelwood menganalisa umur Hammond dua puluh enam, namun Wright yang benar yaitu dua puluh dua tahun. Namun dua agen itu benar tentang status bujangan si pelaku, tidak pernah berkarir di militer dan terbukti pelaku tinggal bersama kakak perempuannya. Hammond juga tak tamat SMA. Kepada jaksa, pelaku mengaku punya masalah mental.

Kerabatnya mengatakan Hammond kerja serabutan, dan terakhir bekerja sebagai kuli bangunan.

Catatan awal kriminalnya terjadi tahun 1981 ketika Hammond berusia tujuh belas tahun. Dia dipenjara dalam kasus rudupaksa. Dia juga ditahan dalam kasus pencurian. Hammond dipenjara selama delapan tahun.

Namun pada tahun 1985 Hammond dibebaskan secara bersyarat dalam rangka program pengurangan jumlah tahanan di Texas.

Pada Maret 1987, Hammond pelaku pembunuh dan perudupaksa Donna Vetter divonis hukuman mati dengan suntikan kimia mematikan.

Ibu Donna Vetter, Virginia mendukung hukuman tersebut, namun kepada wartawan dia mengatakan cara hukuman mati yang dijatuhkan kepada Hammond terlalu lunak.

Virginia mengatakan, seharusnya Hammond dihukum dengan kejam seperti dia membunuh Donna.

Delapan tahun kemudian, pada 20 Juni 1995, Hammond menikmati makanan terakhirnya: double cheeseburger, kentang goreng, susu cokelat, dan makanan penutup. Pada tengah malam dia dimasukan ke ruang hukuman mati.

Lalu cairan kimia masuk ke tubuhnya. Tak lama kemudian, Hammond mendengkur dengan sangat keras, kemudian dinyatakan mati.

Sumber: The Evil That Men Do

(Diazz, Bobby/wo)

18 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here